Kamis, 07 Juli 2016

KENDARAAN MENUJU DUNIA BARU

Tidak benar jika manusia berharap kelak hidupnya berakhir di neraka. Sebagai orang beriman, mereka pasti memilihi surgalah tujuan akhir dari hidup mereka. Pertanyaannya adalah, "dimana mereka bisa mendapat informasi tentang bagaimana caranya untuk bisa sampai ke Surga, dan seperti apa sesunguhnya khidupan di sana ?"

Agama adalah lembaga yang tepat bagi manusia untuk mengetahui lebih jauh, tentang kehidupan kelak setelah kematian. Melalui lembaga ini, manusia akan mendapat pengajaran bagaimana mereka bisa sampai ke surga, dan bagaimana mereka bisa menghindar dari siksa neraka. Agama adalah tempat bagi manusia untuk bisa mengetahui lebih sempurna, seperti apa kebahagiaan hidup di surga dan seperti apa penderitaan hidup di neraka. 

Agama juga mengajarkan, bahwa perilaku dan perbuatan mereka, menjadi hal yang sangat menentukan apakah kelak setelah kematian, mereka masuk surga atau sebaliknya ke neraka. Semua tergantung kepada manusia itu sendiri. Jika ia berbuat baik, dan semakin banyak berbuat baik maka pahala akan semakin banyak, maka semakin besar peluang masuk Surga.

Sebaliknya agama mengingatkan dengan keras, bahwa segala bentuk perbuatan jahat adalah tiket bagi manusia masuk ke dalam neraka, dan semakin banyak melakukan perbuatan jahat terhadap sesama, maka peluang untuk masuk ke neraka jahanam akan semakin besar. Hebatnya, semakin hal ini diketahui oleh manusia, semakin banyak manusia melakukan tindak kejahatan.

Ada banyak lembaga, yang menyatakan diri sebagai lembaga agama. Masing-masing lembaga memiliki model dan ajaran berbeda-beda, tetapi sifat pengajarannya, semua berdasarkan kebajikan. Agama berasal dari Bahasa Arab, yang secara umum memiliki arti "tidak kacau balau". Dengan demikian, agama adalah lembaga yang diharapkan untuk membuat hidup manusia tidak kacau balau.

Tetapi pada prakteknya, agama seringkali menjadi permasalahan bagi manusia. Model ajaran yang berbeda, justru lebih sering dikomunikasikan, daripada sifat dasar agama itu sendiri, yaitu pengajaran berdasarkan kebajikan. Setiap agama memiliki peraturan masing-masing, yang harus dilaksanakan para pengikutnya. Hanya dengan melaksanakan aturan itulah kemudian para pengikutnya berhak masuk sorga.

Tak sedikit manusia menjadi bingung dengan banyaknya agama yang ada. Kebingungan itu semakin meningkat, ketika semua agama mengkalim bahwa kelompok mereka  adalah jalan kebenaran, sementara yang lain tidak. Demi status kebenaran, pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama lainnya, tak segan untuk saling mengumpat, saling mencela, saling menghina dan tak jarang berakhir pada adu fisik, bahkan tak sedikit akhirnya saling membunuh.

Permasalahan yang terjadi akibat saling mengklaim tentang jalan kebenaran, kemudian berkembang menjadi permusuhan. Permusuhanpun semakin meningkat, ketika perpindahan agama dipublikasikan secara luas oleh kelompok agama baru, tempat dimana orang itu berpindah agama. Dengan mempublikasikan peristiwa itu, tentu saja akan melahirkan komentar atau pernyataan, yang nadanya tak jauh dari pujian oleh kelompok agama yang didatangi, sebaliknya komentar dari kelompok agama yang ditinggalkan, akan mencela semua peristiwa perpindahan itu.

Menyebar-luaskan peristiwa perpindahan agama lewat media (khususnya media sosial), rasanya tidak perlu dilakukan. Efek yang terjadi akibat perbuatan itu, hampir semua menimbulkan efek negatif. Tidak sedikit akibat dari penyebaran informasi tentang perpindahan itu, akhirnya melahirkan permusuhan diantara yang ditinggalkan dengan yang didatangi. Jika yang terjadi adalah permusuhan, buat apa peristiwa perpindahan agama disebar-luaskan.

Semua orang tau, bahwa surga adalah tempat yang nyaman, walau orang hidup belum pernah dari surga, dan mereka yang telah meninggal tak pernah kembali untuk membawa berita. Sebagai orang beriman, setiap insan pasti mengamini bahwa surga adalah tempat yang nyaman dan semua orang berkeinginan untuk mendapat tempat di surga. 

Untuk mendapatkan hak sebagai pemilik sebuah tempat di surga, manusia harus menempa diri terlebih dahulu semasa hidupnya. Mereka harus menjadi makhluk yang baik, berperilaku baik, taat kepada perintah agama, patuh kepada doktrin dan norma agama itu sendiri. Dengan melakukan itu, orang beriman percaya, mereka adalah orang-orang yang  dijamin menjadi penghuni surga.

Agama adalah lembaga seumpama kendaraan umum, akan menjadi kendaraan yang tepat menuju ke surga, jika tokoh yang nakhodanya dapat mengemudikan kendaraannya dengan baik. Nakhoda yang baik akan mengusahakan kendaraannya melaju di jalan yang baik dan berjalan di arah yang benar, sampai kemudian seluruh penumpang tiba di tujuan dengan selamat.

Begitu juga mereka yang ikut menumpang di dalam kendaraan, harus menjaga keseimbangan. Duduk dengan tertib, tidak menciptakan kegaduhan agar kendaraan melaju dengan tenang dan nyaman. Dengan berperilaku baik seperti itu, penumpang sudah membantu pengemudi dalam usaha menciptakan situasi yang kondusif di dalam kendaraan.

Kekisruhan yang terjadi dalam sebuah kendaraan adalah salah satu penyebab, mengapa penumpang memilih untuk turun di tengah jalan, lalu berpindah ke kendaraan lain. Peristiwa semacam itu adalah salah satu upaya dari yang bersangkutan, untuk mencapai tujuan dengan nyaman dan tenteram. Tetapi tidak juga menutup kemungkinan, penumpang memilih untuk turun di tengah jalan, karena tertarik dengan tata cara dan perilaku penumpang kendaraan lain, lalu memilih untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan kendaraan tersebut.

Pengemudi diharapkan mampu mengendalikan dirinya, agar tidak terpengaruh dengan hal-hal tak baik.  Tidak terpengaruh dengan hal-hal yang bertentangan dengan nilai dan norma kebaikan, sehingga kendaraan beserta seluruh penumpangnya, juga mendapatkan penilaian yang baik, sebagai dampak dari perbuatan dan perlakuan baik, yang ditunjukkan pengemudi saat mengemudikan kendaraannya. Oleh karena itu,perlu diketahui bahwa pengemudi punya andil yang sangat besar, menentukan kendaraan bisa sampai di tujuan dengan selamat.

Kalaupun ada kendaraan lain yang melaju dengan tujuan yang sama, biarlah berjalan dan melaju bersama. Pengemudi tidak perlu mengganggu perjalanan kendaraan lain. Sekalipun kendaraan lain tampak ingin melaju di depan, biarlah terjadi seperti itu, karena alamat yang dituju tidak menentukan syarat, yang cepat akan mendapat tempat yang lebih nikmat, yang lambat akan mendapat kiamat. 

Bukan bagaimana kendaraan sampai lebih dahulu tetapi bagaimana kendaraan sampai di tujuan dengan selamat.

Kendaraan yang dikemudikan dengan cara yang tidak benar, melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi, maka kendaraan itu memiliki peluang mengalami kecelakaan dengan tingkat resiko yang sangat tinggi. Kendaraan yang dipacu dengan ugal-ugalan, berisikan penumpang yang urakan dan selalu berusaha mengganggu kendaraan lain, juga menjadi penyebab tingginya kemungkinan mengalami kecelakaan. Jika kecelakaan sampai terjadi, maka kemungkingan untuk tidak sampai di tujuan, sangat besar sekali.


Jangan pernah berpikir, kendaran yang besar dan indah akan menjamin penumpang sampai di tujuan dengan selamat. Tanpa pengemudi yang baik dan benar, seindah dan sebesar apapun kendaraan yang digunakan, tidak akan menciptakan rasa nyaman pada penumpangnya. Berusahalah menjadi pengemudi dan penumpang yang baik di dalam kendaraan yang sedang melaju, agar kendaraan dan seluruh isi merasa nyaman dan boleh sampai pada tujuan akhir dengan selamat.


Selasa, 06 Oktober 2015

PETAKA DI JEMBATAN AMPERA

Satu waktu, saya dan keluarga bertolak dari Bandung - Jawa Barat menuju Pematangsiantar - Sumatera Utara dengan menempuh melalui jalan darat. Diperkirakan perjalanan itu akan memakan waktu lebih kurang 48 (empat puluh delapan) jam, atau dua hari dua malam. Selang beberapa waktu setelah meninggalkan Pulau Jawa, rasa penat mulai terasa dan menjalar disekujur tubuh, yang kemudian memaksa kami untuk beristirahat sejenak. Saat itu posisi kami tepat berada di Kota Palembang - Sumatera Selatan dan seperti ada yang mengarahkan, secara bersamaan kami memilih untuk beristirahat di sekitar Sungai Musi.

Setelah menemukan tempat aman untuk memarkir kendaraan, kemudian saya dan istri beserta anak-anak bergegas menuju Jembatan Ampera, untuk menikmati Sungai Musi dari atasnya. Setelah puas melihat Sungai Musi dari atas Jembatan Ampera, kemudian kami turun dan mendekat ke tepi sungai, dengan tujuan ingin menyentuh air sungai. Kurang afdol rasanya, jika tak menjamah dinginnya air sungai, setelah melakukan perjalanan sejauh itu.

Tiba-tiba saja istriku terpeleset dan terjerumus ke dalam sungai. Dengan segera aku mengulurkan tangan untuk meraih istriku, tetapi arus air sungai lebih cepat menyeret tubuhnya ke tengah sungai. Aku dan anak-anak tak mampu berbuat apa-apa, selain berteriak minta tolong sambil melihat tak berdaya, tubuh istriku semakin jauh terbawa arus sungai. Di depan mataku air Sungai Musi menelan seluruh tubuh istriku, lalu lenyap dan hilang tak berbekas.

Beberapa jam setelah istriku tenggelam, kami berupaya untuk mencarinya dengan menggunakan tenaga penyelam, tetapi semua sia-sia. Tampak anak-anakku semakin tak mampu menahan tangis, semakin lama semakin keras mereka panggil-panggil ibu. Hatiku semakin gundah, dan sungguh tak terkendali. Aku hanya mampu diam seribu bahasa, bingung, tak tau bagaimana aku harus bersikap.

Dua hari sudah upaya pencarian dilakukan, hasilnya sia-sia saja. Dengan susah payah kami diberi pengertian oleh penduduk setempat, agar kami merelakan yang sudah terjadi. Tetapi kami tidak mau menerima kenyataan itu begitu saja. Dengan perasaan tidak menentu, akhirnya aku dan anak-anakku dengan sangat terpaksa memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan meninggalkan istri dan mama tercinta di dalam Sungai Musi.

Dengan langkah lunglai, bersama deraian air mata aku dan anak-anak menuju tempat dimana mobil terparkir. Setelah siap, kamipun masuk ke dalam mobil. Aku nyalakan mesin, kemudian dengan tangan yang hampir tak berdaya, kutarik tongkat persenelling dan menempatkannya pada posisi mundur. Tiba-tiba seseorang berteriak dari belakang mobil, yang membuatku kaget bukan kepalang. Teriakan itu cukup keras. Teriakan itu sangat terbiasa di telingaku. Suara itu berasal dari teriakan istriku.

Aku menoleh ke belakang, yang tampak adalah tembok. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Baru saja aku merasa berada ditepi Sungai Musi, tetapi apa yang kurasakan itu sama sekali tidak ada. Aku melihat istriku ada di hadapanku, yang tampak sedang kebingungan. Rupanya aku baru saja mengalami mimpi buruk. Keringat mengucur sangat deras di seluruh tubuhku, mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. 

Aku bersyukur tak henti, karena peristiwa yang baru saja aku alami adalah mimpi. Dalam alam setengah sadar, aku berusaha untuk mengingat kembali peristiwa yang baru saja terjadi. Menyadari istriku yang kelihatan menjadi gelisah, kemudian aku menceritakan mimpi yang baru saja aku alami. Mimpi seburuk itu.

Mendengar semua penuturanku, lalu ia memeluk aku dan setengah berbisik ia memintaku untuk bersyukur kepada Sang Khalik dengan cara berdoa lebih khusuk.

Peristiwa itu telah membuka mata hatiku. Walau dengan cara itu, aku telah disadarkan betapa aku sangat sayang kepada istriku. Setelah peristiwa itu, rasa cintaku padanya kurasa semakin bertambah besar. Melalui peristiwa itu, aku diberitahu betapa sakitnya kehilangan dia. Kemudian aku mengambil kesimpulan untuk tidak pernah menyakiti dia, baik lewat kata apalagi dengan fisik.

Semoga bermanfaat ... !!


Minggu, 03 Mei 2015

HANYA KARENA CINTA


Perkawinan dua insan berbeda, laki-laki dan perempuan adalah satu kebutuhan bagi kelangsungan hidup manusia. Walau pada kenyataannya, tidak sedikit manusia menjalani hidup dalam kesendirian sepanjang masa, tanpa sebuah perkawinan. Mereka yang memutuskan untuk hidup berpasangan, sudah pasti menginginkan perkawinan mereka berjalan dengan baik, berproses menuju hari tua bersama cinta kasih, dan berakhir pula dalam kebahagiaan.

Tetapi tak semua pasangan yang dikawinkan dalam janji ikatan pernikahan berjalan dengan mulus. Hampir semua pasangan yang disatukan dalam sebuah pernikahan mengalami cobaan. Mereka dihadapkan pada berbagai masalah, yang berusaha menggoyang untuk menghancurkan perkawinan itu, berkali-kali dan terus menerus. Sebahagian perkawinan itu selamat sampai tujuan, sementara sebagian lainnya harus berakhir dengan kepedihan, meratapi perkawinan yang tumbang diterjang badai, jatuh berantakan  lalu hancur berserakan.


Lanie ... demikian nama seorang wanita tangguh, yang mengharapkan perkawinan dengan suaminya selalu dalam kebahagiaan, ternyata keluar dari cita-cita awal. Tiga bulan setelah ikatan perkawinan diresmikan, wanita ini telah mengalami tekanan luar biasa dari sang suami yang dia cinta sepenuh hati. Tiga puluh tahun usia perkawinan mereka, hampir setiap hari, ia di caci-maki, ditampar, dipukul, bahkan ditendang oleh suaminya. Semua peristiwa itu ia terima dalam ketabahan.


Tak terhitung saran, perintah bahkan cemoohan dia terima dari saudara, sahabat bahkan dari orang yang sama sekali tak dia kenal, meminta Lanie untuk meninggalkan suaminya. Semua itu dia tepis, dengan tidak menjawab semua perkataan-perkataan bernada seperti itu. Dia tetap pada pendirian, berpegang teguh pada janji perkawinan, “SETIA DALAM SUKA MAUPUN DUKA, TAK BERCERAI KECUALI MAUT YANG MEMISAHKAN”. Luar biasa.


Penderitaan Lanie, yang dia alami hampir disepanjang usia perkawinannya, ia bebaskan hanya dengan seuntai do’a ; “Aku tahu Tuhan, Engkau merestui pilihanku karena Engkau tahu aku kuat dengan semua perlakuan suamiku”. Hanya dengan seuntai do’a itu, Lanie menjalani hidup perkawinannya selama tiga puluh tahun. Selama itu pula, Lanie mengalami siksa yang luar biasa, dari suami yang dia cinta dengan segenap jiwa dan raga.


Derita Lanie tidak berhenti sebatas tindakan physik yang telah dilakukan suaminya. Selama lima tahun, dia dihadapkan kepada derita baru, melayani suami yang hidup dalam ketidak berdayaan. Stroke total, mengharuskan suaminya hidup terbujur kaku sepanjang masa di tempat tidur. Selama lima tahun pula, suaminya hanya mampu berkomunikasi dengan Lanie, melalui desah nafas dan linangan air mata saja. Tampaknya suami Lanie menyesali semua perbuatan yang telah dia lakukan terhadap istrinya yang luar biasa tangguh itu. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Waktu tiada mungkin kembali lagi.


Ditahun ketiga puluh, penderitaan Lanie atas perkawinannya dengan seorang pria tak bernurani, kemudian berhenti. Di usia lima puluh dua tahun, suami yang dia cinta, akhirnya pergi untuk selamanya akibat stroke total, yang diderita suaminya selama lima tahun. Lanie melepas kepergian suaminya dengan linangan air mata, pertanda cinta yang luar biasa. Lanie sungguh mengabdi pada suaminya dengan memberikan pelayanan penuh tanpa batas.


Sepeninggal suaminya, Lanie menjadi wanita paling berbahagia di dunia. Sembilan putera dan puterinya, saling berebut agar Lanie mau tinggal di rumah anak atau menantunya. Melimpah kasih sayang kemudian Lanie terima dari anak dan menantu, serta dari cucu-cucunya. Bahkan sanak saudara juga menawarkan kasih sayang untuk Lanie. Di usianya yang ke sembilan puluh empat, Lanie kembali pada Sang Khalik dengan senyum tersungging di kedua sudut bibirnya, pertanda ia pergi penuh kebahagiaan.

Senin, 06 April 2015

DAMPAK RESTU YANG TAK KUNJUNG DATANG


Aku pernah mengenal seorang wanita dan menjalin hubungan cukup lama dengannya, dan aku mengasihi dia melebihi diriku sendiri. Rangkaian kasih yang aku bangun bersama dia, tak pernah mendapat restu dari kedua orang tuanya. Hal itu aku ketahui dari sikap kedua orang tuanya, yang selalu berusaha untuk menyudahi hubungan itu. Namun demikian, sekalipun mendapat hambatan dari kedua orang tuanya, aku dan dia terus membangun hubungan walau dengan cara sembunyi-sembunyi.

Cukup lama hubungan itu berlangsung secara rahasia. Tetapi semakin lama aku berpikir juga, dan mulai mempertanyakan hubungan yang sedang kami jalani. Tidak baik, jika hubungan itu terus berlangsung dengan sembunyi-sembunyi, toh kelak jika hubungan itu akan diakhiri pada tingkat pernikahan, restu dari orang tua harus diperoleh.

Berangkat dari pemikiran itu dan untuk kebaikan masa depan, kami berdua sepakat untuk mengakhiri status yang mengikat kami, dan memutuskan untuk tidak berpacaran lagi. Keputusan itu kami tetapkan, setelah melalui berbagai pertimbangan. Disamping restu dari orang tua yang tak kunjung didapat, masih ada faktor-faktor lain yang menjadi penyebab, sehingga keputusan itu harus diambil. 

Berat memang ketika kami dihadapkan pada situasi itu. Memutuskan untuk tidak berpacaran lagi, memang menjadi pilihan yang sangat sulit bagi kami berdua, karena banyak hal yang membuat keputusan itu sangat sulit untuk kami jadikan sebagai kesimpulan. Walau berat, mau tidak mau keputusan itu harus diambil, karena tidak ada alasan lagi, untuk terus berpacaran dengan cara sembunyi-sembunyi.

Keputusan yang kami ambil, semakin menguat mengingat kerasnya prinsip dan konsep hidup kedua orang tuanya, yang menghendaki hubungan kami tidak boleh dilanjutkan, dan mengingat kami berdua berasal dari status sosial dan latar belakang yang berbeda. Keputusanku semakin mantap, ketika para sahabat turut andil dalam permasalahan yang sedang menimpa hubungan kami. Para sahabat mendukung penuh keputusan yang kami ambil, karena memang akan jauh lebih baik untuk tidak berpacaran lagi, daripada harus melakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi.

Beberapa waktu pasca keputusan itu, aku dihadapkan pada situasi yang lebih sulit lagi. Berhenti berpacaran ternyata bukanlah hal yang mudah bagiku. Hatiku semakin gundah setelah itu, dan pikirankupun melayang kemana-mana. Situasi itu mulai membuatku mempertanyakan keputusan yang sudah kami ambil dan mulai menggoda hatiku, apakah aku harus menyesal atau sebaliknya harus bersyukur dengan keputusan yang kami ambil.

Tetapi saran dan masukan dari sahabat dan keluarga menjadi kekuatan bagiku, kemudian membuatku semakin mantap pada keputusan itu. Lalu dengan mengesampingkan restu dari kedua orang tuanya, kamipun akhirnya "mangalua" alias kawin lari. Hal itu kami lakukan, dalam upaya untuk menghindari segala kemungkinan yang akan terjadi, sebagai reaksi dari keputusan kami. Kemudian aku dan dia menikah di kampung halamanku di Siborong-borong, dengan meminta bantuan kakekku  untuk mendukung niat kami.

Sungguh kami tidak berkeinginan mengambil keputusan seperti itu. Tetapi keputusan itu terpaksa kami ambil, karena kami tidak mau lagi menjalin hubungan dengan cara sembunyi-sembunyi. Siapapun pasti akan lelah, jika dihadapkan dengan situasi seperti yang kami alami. Rasa cinta satu sama lain, jauh lebih kuat dari prinsip dan kosnsep hidup kedua orang tuanya, dan bahkan akan mengalahkan kekuatan apapun, yang berusaha untuk memisahkan rangkaian kasih yang sudah kami bangun sejak lama.

UNTUK SEMUA PIHAK, YANG KEMUDIAN MERASA DIRUGIKAN ATAS TINDAKAN KAMI, KAMI MOHON MAAF .. !