Satu waktu, saya dan keluarga bertolak dari
Bandung - Jawa Barat menuju Pematangsiantar - Sumatera Utara dengan menempuh
melalui jalan darat. Diperkirakan perjalanan itu akan memakan waktu lebih
kurang 48 (empat puluh delapan) jam, atau dua hari dua malam. Selang
beberapa waktu setelah meninggalkan Pulau Jawa, rasa penat mulai terasa dan
menjalar disekujur tubuh, yang kemudian memaksa kami untuk beristirahat sejenak.
Saat itu posisi kami tepat berada di Kota Palembang - Sumatera Selatan dan
seperti ada yang mengarahkan, secara bersamaan kami memilih untuk beristirahat
di sekitar Sungai Musi.
Setelah menemukan tempat aman untuk memarkir
kendaraan, kemudian saya dan istri beserta anak-anak bergegas menuju Jembatan
Ampera, untuk menikmati Sungai Musi dari atasnya. Setelah puas melihat Sungai
Musi dari atas Jembatan Ampera, kemudian kami turun dan mendekat ke tepi
sungai, dengan tujuan ingin menyentuh air sungai. Kurang afdol rasanya, jika
tak menjamah dinginnya air sungai, setelah melakukan perjalanan sejauh itu.
Tiba-tiba saja istriku terpeleset dan
terjerumus ke dalam sungai. Dengan segera aku mengulurkan tangan untuk meraih
istriku, tetapi arus air sungai lebih cepat menyeret tubuhnya ke tengah sungai.
Aku dan anak-anak tak mampu berbuat apa-apa, selain berteriak minta tolong
sambil melihat tak berdaya, tubuh istriku semakin jauh terbawa arus sungai. Di
depan mataku air Sungai Musi menelan seluruh tubuh istriku, lalu lenyap dan
hilang tak berbekas.
Beberapa jam setelah istriku tenggelam, kami
berupaya untuk mencarinya dengan menggunakan tenaga penyelam, tetapi semua
sia-sia. Tampak anak-anakku semakin tak mampu menahan tangis, semakin lama
semakin keras mereka panggil-panggil ibu. Hatiku semakin gundah, dan sungguh
tak terkendali. Aku hanya mampu diam seribu bahasa, bingung, tak tau bagaimana
aku harus bersikap.
Dua hari sudah upaya pencarian dilakukan,
hasilnya sia-sia saja. Dengan susah payah kami diberi pengertian oleh penduduk
setempat, agar kami merelakan yang sudah terjadi. Tetapi kami tidak mau
menerima kenyataan itu begitu saja. Dengan perasaan tidak menentu, akhirnya aku
dan anak-anakku dengan sangat terpaksa memutuskan untuk melanjutkan perjalanan
dengan meninggalkan istri dan mama tercinta di dalam Sungai Musi.
Dengan langkah lunglai, bersama deraian air
mata aku dan anak-anak menuju tempat dimana mobil terparkir. Setelah siap,
kamipun masuk ke dalam mobil. Aku nyalakan mesin, kemudian dengan tangan yang
hampir tak berdaya, kutarik tongkat persenelling dan menempatkannya pada posisi
mundur. Tiba-tiba seseorang berteriak dari belakang mobil, yang membuatku
kaget bukan kepalang. Teriakan itu cukup keras. Teriakan itu sangat
terbiasa di telingaku. Suara itu berasal dari teriakan istriku.
Aku menoleh ke belakang, yang tampak adalah tembok. Aku tidak percaya dengan
apa yang aku lihat. Baru saja aku merasa berada ditepi Sungai Musi, tetapi apa
yang kurasakan itu sama sekali tidak ada. Aku melihat istriku ada di hadapanku,
yang tampak sedang kebingungan. Rupanya aku baru saja mengalami mimpi
buruk. Keringat mengucur sangat deras di seluruh tubuhku, mengingat peristiwa
yang baru saja terjadi.
Aku bersyukur tak henti, karena peristiwa yang baru saja aku alami adalah
mimpi. Dalam alam setengah sadar, aku berusaha untuk mengingat kembali
peristiwa yang baru saja terjadi. Menyadari istriku yang kelihatan menjadi
gelisah, kemudian aku menceritakan mimpi yang baru saja aku alami. Mimpi
seburuk itu.
Mendengar semua penuturanku, lalu ia memeluk aku dan setengah berbisik ia
memintaku untuk bersyukur kepada Sang Khalik dengan cara berdoa lebih khusuk.
Peristiwa itu telah membuka mata hatiku. Walau dengan cara itu, aku telah
disadarkan betapa aku sangat sayang kepada istriku. Setelah peristiwa itu, rasa
cintaku padanya kurasa semakin bertambah besar. Melalui peristiwa itu, aku
diberitahu betapa sakitnya kehilangan dia. Kemudian aku mengambil kesimpulan
untuk tidak pernah menyakiti dia, baik lewat kata apalagi dengan fisik.
Semoga bermanfaat ... !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar