Minggu, 03 Mei 2015

HANYA KARENA CINTA


Perkawinan dua insan berbeda, laki-laki dan perempuan adalah satu kebutuhan bagi kelangsungan hidup manusia. Walau pada kenyataannya, tidak sedikit manusia menjalani hidup dalam kesendirian sepanjang masa, tanpa sebuah perkawinan. Mereka yang memutuskan untuk hidup berpasangan, sudah pasti menginginkan perkawinan mereka berjalan dengan baik, berproses menuju hari tua bersama cinta kasih, dan berakhir pula dalam kebahagiaan.

Tetapi tak semua pasangan yang dikawinkan dalam janji ikatan pernikahan berjalan dengan mulus. Hampir semua pasangan yang disatukan dalam sebuah pernikahan mengalami cobaan. Mereka dihadapkan pada berbagai masalah, yang berusaha menggoyang untuk menghancurkan perkawinan itu, berkali-kali dan terus menerus. Sebahagian perkawinan itu selamat sampai tujuan, sementara sebagian lainnya harus berakhir dengan kepedihan, meratapi perkawinan yang tumbang diterjang badai, jatuh berantakan  lalu hancur berserakan.


Lanie ... demikian nama seorang wanita tangguh, yang mengharapkan perkawinan dengan suaminya selalu dalam kebahagiaan, ternyata keluar dari cita-cita awal. Tiga bulan setelah ikatan perkawinan diresmikan, wanita ini telah mengalami tekanan luar biasa dari sang suami yang dia cinta sepenuh hati. Tiga puluh tahun usia perkawinan mereka, hampir setiap hari, ia di caci-maki, ditampar, dipukul, bahkan ditendang oleh suaminya. Semua peristiwa itu ia terima dalam ketabahan.


Tak terhitung saran, perintah bahkan cemoohan dia terima dari saudara, sahabat bahkan dari orang yang sama sekali tak dia kenal, meminta Lanie untuk meninggalkan suaminya. Semua itu dia tepis, dengan tidak menjawab semua perkataan-perkataan bernada seperti itu. Dia tetap pada pendirian, berpegang teguh pada janji perkawinan, “SETIA DALAM SUKA MAUPUN DUKA, TAK BERCERAI KECUALI MAUT YANG MEMISAHKAN”. Luar biasa.


Penderitaan Lanie, yang dia alami hampir disepanjang usia perkawinannya, ia bebaskan hanya dengan seuntai do’a ; “Aku tahu Tuhan, Engkau merestui pilihanku karena Engkau tahu aku kuat dengan semua perlakuan suamiku”. Hanya dengan seuntai do’a itu, Lanie menjalani hidup perkawinannya selama tiga puluh tahun. Selama itu pula, Lanie mengalami siksa yang luar biasa, dari suami yang dia cinta dengan segenap jiwa dan raga.


Derita Lanie tidak berhenti sebatas tindakan physik yang telah dilakukan suaminya. Selama lima tahun, dia dihadapkan kepada derita baru, melayani suami yang hidup dalam ketidak berdayaan. Stroke total, mengharuskan suaminya hidup terbujur kaku sepanjang masa di tempat tidur. Selama lima tahun pula, suaminya hanya mampu berkomunikasi dengan Lanie, melalui desah nafas dan linangan air mata saja. Tampaknya suami Lanie menyesali semua perbuatan yang telah dia lakukan terhadap istrinya yang luar biasa tangguh itu. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Waktu tiada mungkin kembali lagi.


Ditahun ketiga puluh, penderitaan Lanie atas perkawinannya dengan seorang pria tak bernurani, kemudian berhenti. Di usia lima puluh dua tahun, suami yang dia cinta, akhirnya pergi untuk selamanya akibat stroke total, yang diderita suaminya selama lima tahun. Lanie melepas kepergian suaminya dengan linangan air mata, pertanda cinta yang luar biasa. Lanie sungguh mengabdi pada suaminya dengan memberikan pelayanan penuh tanpa batas.


Sepeninggal suaminya, Lanie menjadi wanita paling berbahagia di dunia. Sembilan putera dan puterinya, saling berebut agar Lanie mau tinggal di rumah anak atau menantunya. Melimpah kasih sayang kemudian Lanie terima dari anak dan menantu, serta dari cucu-cucunya. Bahkan sanak saudara juga menawarkan kasih sayang untuk Lanie. Di usianya yang ke sembilan puluh empat, Lanie kembali pada Sang Khalik dengan senyum tersungging di kedua sudut bibirnya, pertanda ia pergi penuh kebahagiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar